Artikel
Mengatasi Kecemburuan Kakak Kepada Adik (Sibling Rivalry) Pada Keluarga
Tanggal : 28-05-2017 14:35, dibaca 57159 kali.- Pengertian Sibling Rivalry
"Mama lebih sayang aku atau adik?" Tera bertanya pada Diah. Sambil tersenyum Diah menjawab pertanyaan anaknya yang berusia 4,5 tahun, "Tentu Mama sayang kamu, juga sayang adik." Tera tampak tidak puas akan jawaban yang diberikan. "Tadi, Mama kok cium Adik tapi enggak cium aku. Berarti Mama lebih sayang Adik!" Diah hanya menghela napas panjang. Si sulung Tera memang selalu mencemburui Ila, adiknya yang berusia 1,5 tahun. Entah bagaimana ia harus bersikap.
Kecemburuan kakak pada adik yang baru lahir adalah hal yang wajar hal ini disebut sebagai sibling rivalry, sibling rivalry tak hanya terdapat pada anak sulung yang mendapat adik baru. Kasus serupa juga terjadi pada anak ke-2 yang kedatangan adik baru, anak ke-3 yang memperoleh adik baru, dan seterusnya.
Apa sebenarnya sibling rivalry? Sibling Rivalry mempunyai pengertian kecemburuan antar saudara kandung yang menimbulkan ketegangan di antara mereka.
Sebagian besar anak tumbuh bersama dengan setidaknya satu saudara kandung Keterikatan dengan saudara kandung, baik itu kakak maupun adik merupakan hubungan yang paling lama yang dimiliki seseorang. Ini disebabkan karena interaksi antar saudara kandung dimulai ketika anak masih kecil dan terus berlanjut sepanjang hidup anak Interaksi antar saudara kandung akan menghasilkan hubungan yang saling mempengaruhi perkembangan satu sama lain, terutama pada perkembangan sosial dan koginitif Hubungan saudara kandung atau selanjutnya akan disebut dengan sibling relationship merupakan jumlah total interaksi, baik secara fisik maupun komunikasi (verbal atau non verbal), antara dua individu atau lebih yang mempunyai orang tua biologis yang sama. Dalam hubungan tersebut, individu tersebut berbagi pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan perasaan mengenai satu sama lain dari waktu ke waktu dimulai ketika satu anak menyadari kehadiran saudaranya (Cicirelli, 1985a; 1996). Sibling relationship merupakan salah satu hubungan “horizontal” pada anak yaitu hubungan yang bersifat timbal balik dimana satu pihak dengan pihak lain mempunyai derajat yang sama (Bee & Boyd, 2004).
Bagi anak pertama sibling relationship diawali ketika lahirnya adik dalam keluarga. kehadiran adik dapat menimbulkan pengalaman yang beragam dalam diri setiap anak. Kehadiran adik dapat menjadi teman baru bagi anak pertama, sikap saling berbagi akan muncul dalam diri anak dan kakak-adik tersebut bisa saling belajar untuk mengembangkan kemampuan sosial mereka (Ferrer and McCrea, 2002). Tidak hanya hal positif saja yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran adik. Kehadiran anak kedua dapat dihubungkan dengan penurunan jumlah dan sikap positif dari interaksi ibu dengan anak pertamanya (Baydar, et.al., dalam Vasta, et.al., 2004). Penurunan interaksi ibu dengan anak pertamanya disebabkan karena ibu harus membagi perhatiannya kepada adik yang baru lahir.
Situasi seperti ini akan menimbulkan sibling rivalry pada anak yang lebih tua. Sibling rivalry adalah semangat kecemburuan, kompetisi atau kemarahan antar kakak dan adik yang dimulai sejak kelahiran adik dalam keluarga (Shaffer, 2002) Kecemburuan dan kompetisi pada sibling rivalry terjadi untuk merebut perhatian orang tua (Helms & Turner, 1976). Sibling rivalry merupakan hal yang umum dan rutin terjadi pada anak yang tumbuh dalam keluarga (Molgaard, 1997),
namun juga merupakan hal yang menjadi perhatian orang tua dengan dua anak atau lebih (Boyse, 2007). Kecemburuan, kompetisi dan pertengkaran antar saudara kandung merupakan hal yang umum terjadi di keluarga, namun apabila ketiga hal tersebut terus menerus terjadi, dapat membawa keluarga kepada situasi yang berbahaya dan perlu untuk segera diatasi.
Vasta, et.al., (2004) mengatakan bahwa sibling rivalry merupakan salah satu masalah yang ditakutkan dalam sibling relationship.Selain itu, peneliti menemukan banyak buku panduan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry , buku-buku panduan tersebut menekankan sibling rivalry sebagai sebuah hal yang memerlukan perhatian khusus. Sejak dulu para peneliti tertarik untuk meneliti mengenai sibling rivalry bahkan pada penelitian awal, rivalry merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sibling relationship (Cicirelli, 1996).
- Sibling Rivalry berdasarkan tahapan usia anak.
Berdasarkan tahap perkembangannya, menurut Papalia & Feldman (pengarang buku Experience Human Development), bayi akan merasa terikat dengan kakaknya. Namun, saat bayi sudah mulai sering bergerak dan lebih asertif, mereka akan mulai terlibat konflik dengan kakaknya. Kemudian konflik akan semakin sering terjadi saat sang adik sudah mencapai usia 18 bulan.
Lambat laun, setelah kemampuan kognitif dan pemahaman sosial anak tumbuh, konflik antar kakak adik cenderung menjadi konstruktif, dan sang adik ikut berusaha untuk damai. Konflik yang konstruktif ini membantu anak mengenali kebutuhan, keinginan, dan sudut pandang satu sama lain sehingga membantu mereka belajar bagaimana bertengkar, berbeda pendapat, dan saling kompromi dalam hubungan yang aman dan stabil.
Saat anak sudah berusia sekitar 3-6 tahun, konflik yang paling sering terjadi antara kakak dan adik adalah mengenai hak milik (siapa yang memiliki mainan atau siapa yang berhak memainkan mainan tersebut). Sebenarnya perselisihan dan penyelesaian konflik antara kakak dan adik tersebut dapat menjadi sebuah kesempatan untuk bersosialisasi, di mana anak belajar untuk bersikap tegas atas prinsipnya dan melakukan negosiasi atas perbedaan pendapat.
Hubungan antar kakak beradik ini juga dipengaruhi oleh hubungan sang kakak dengan teman-temannya. Apabila sang kakak memiliki hubungan yang baik dengan temannya sebelum adiknya lahir, mereka akan memperlakukan adiknya dengan lebih baik dan jarang menampilkan tingkah laku antisosial saat remaja. Walaupun kakak dan adik sering konflik, sibling rivalry bukanlah bentuk hubungan yang paling utama antar keduanya. Mereka juga menunjukkan hubungan yang penuh kasih sayang, saling bersahabat, dan saling memengaruhi.
Saat salah satu dari kakak atau adik berusia 7-9 tahun, mereka akan masuk ke tahap middle childhood di mana salah satu karakteristiknya adalah mulai bergaul dengan teman sebayanya. Perubahan ini akan menimbulkan kecemburuan dan rasa kompetitif atau hilangnya ketertarikan dan kedekatan dengan saudaranya. Namun, hubungan antara kakak dan adik dapat menjadi “laboratorium” untuk menyelesaikan konflik. Kakak dan adik termotivasi untuk berbaikan setelah bertengkar, dan mengetahui bahwa mereka akan saling bertemu setiap hari. Mereka belajar bahwa mengekspresikan kemarahan tidak akan mengakhiri hubungan persaudaraan. Kakak beradik dengan jenis kelamin sama akan lebih sering bertengkar, terutama kakak beradik laki-laki.
- 1. Penyebab timbulnya Sibling Rivalry
Menurut Vanessa Rasmussen (2004), penyebab timbulnya Sibling Rivalry adalah:
- Faktor eksternal, yaitu sikap orang tua yang salah, seperti:
a) Sikap membanding-bandingkan.
b) Adanya favoritisme (anak emas).
- Faktor internal, yaitu dari diri si anak seperti :
a) Temperamen
b) Sikap anak (mencari perhatian/saling mengganggu)
c) Perbedaan usia
d) Jenis kelamin
e) Paritas
Menurut Melly Puspitasari (2005), penyebab timbulnya Sibling Rivalry adalah:
- Anak-anak sangat tergantung akan cinta dan kasih sayang orang tuanya.
Mereka merasa terancam apabila orang tuanya membagi kasih saying kepada orang lain. Hal ini sering terlihat saat ibu hamil, anak mulai menunjukkan protesnya melalui perilaku yang sulit.
- Kecenderungan terhadap satu anak
Hal ini dapat menimbulkan perasaan kesal dan cemburu bagi anak yang lain dan anak yang lain akan merasa tersisihkan.
- Bila seorang anak menyadari kekurangannya dari saudaranya yang lain.
Terlebih apabila si anak berjenis kelamin sama dan jarak usia yang berdekatan, maka diam-diam anak akan mengembangkan rasa benci terhadap saudaranya tersebut. Biasanya ketika orang tua sering memuji kemampuan anak yang lain di hadapan anak yang memiliki kekurangan, tentu saja akan membuat anak yang merasa memiliki kekurangan menjadi minder dan merasa kurang diterima di tengah-tengah keluarga.
- 2. Perilaku anak yang mengalami Sibling Rivalry
Menurut Dan Harkness perilaku anak yang mengalami Sibling Rivalry antara lain:
a) Agresif, suka memukul atau melukai adik
b) Membangkang
c) Rewel
d) Mengalami kemunduran (semula tidak mengompol, sekarang mengompol lagi).
e) Sering marah dan meledak-ledak.
f) Menjadi lebih kolokan atau lengket ke ibu.
- 3. Dampak Sibling Rivalry
Menurut Rivacons (2009), anak yang merasa selalu kalah dari saudaranya akan merasa minder atau rendah diri, anak jadi benci terhadap saudara kandungnya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Noviani (2007), dampak negatif sibling rivalry adalah anak menjadi egois, minder, merasa tidak dihargai, pengunduran diri kearah bentuk perilaku infantil/regresi dan lain sebagainya.Selain kenakalan anak di rumah pada adik barunya, hal ini dapat berpengaruh pada hubungan anak tersebut
dengan teman-temannya di sekolah, bila terjadi ketidak adilan di rumah yang membuat anak stress, bisa membuat anak menjadi lebih temperamen dan agresif dalam kelakuannya di sekolah (Hakuna, 2008).Menurut Priatna dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), pertengkaran yang terus menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat anak-anak beranjak dewasa, mereka akan terus bersaing dan saling mendengki. Bahkan ada kejadian saudara kandung saling membunuh karena memperebutkan warisan.
Menurut Hargianto (2008)dalam Siti Aspuah (2008), dampak yang paling fatal dari sibling rivalryadalah putusnya tali persaudaraan jika kelak orang tua meninggal.
MENGATASI SIBLING RIVALRY
Menurut Melinda (2011) Untuk mengatasi sibling rivalry dalam keluarga, ada beberapa tips yang dapat dipraktekkan oleh orangtua. Jika di lakukan niscaya anak-anak akan memiliki rasa toleransi, berempati satu sama lain serta dapat menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mendatangkan masalah baru.
- Membagi perhatian secara adil
Untuk menghindari kecemburuan antar anak, sebagai orangtua harus membagi perhatian secara adil kepada anak-anak. kecil yang didera rasa cemburu akan membuatnya mencari alasan untuk bertengkar dengan saudara kandungnya karena merasa orangtuanya tidak adil dengan memberi perhatian yang lebih banyak pada saudaranya. Untuk itu, dapat bergantian dalam memberi perhatian bersama anak-anak, misalnya hari Senin menemani sang kakak les bahasa Inggris, Selasa menunggui sang adik les matematika, Rabu kembali menemani sang kakak latihan basket, Kamis menemani sang adik les piano, dan seterusnya sampai hari Minggu menghabiskan waktu bersama mereka berdua dengan berjalan-jalan ke kebun binatang atau mengunjungi rumah kakek dan nenek.
- Memberi kesempatan yang sama
Salah satu yang kerap menjadi bahan pertengkaran adalah acara televisi. Di satu sisi sang kakak ingin menonton acara A, sementara sang adik ingin menonton acara B. Salah satu cara mengatasinya adalah Anda dapat memasang alarm dengan hitungan menit tertentu, misalnya 30 menit, bagi tiap orang anak untuk menonton acara yang diinginkannya dan memegang remote tv. Setelah alarm berbunyi, dapat memberikan kesempatan pada anak yang lain untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, mereka akan merasakan keadilan karena pembagian jatah waktu yang sama disamping melatih toleransi pada anak-anak.
- Memakai label masing-masing barang anak
Mainan juga kadang menjadi salah satu bahan pertengkaran, terutama pada anak-anak yang berjenis kelamin sama. Solusinya, dapat memberikan label pada masing-masing mainan anak agar mereka tidak saling berebut. Selain itu, mereka juga akan terdidik untuk menghargai barang milik orang lain serta melatih sikap empati dengan merasakan bila barang miliknya direbut atau dipakai oleh orang lain. Namun setelah mereka beranjak besar, juga harus mengajarkan mereka untuk berbagi dengan menggunakan barang yang sama secara bergantian untuk melatih toleransi dan kebersamaan.
- Menyaring tontonan mereka
Saat ini acara-acara televisi sudah jarang yang ditujukan khusus untuk anak. Tiap stasiun televisi cenderung membuat program-program untuk remaja dan dewasa yang lebih menguntungkan dari sisi finansial. Disinilah tugas sebagai orangtua untuk menyortir tayangan-tayangan yang boleh ditonton anak atau tidak. Jangan sampai karena membebaskan anak untuk menonton acara yang penuh adegan kekerasan, anak menjadi sangat agresif pada saudara atau temannya karena meniru apa yang dilihatnya di televisi seperti kasus-kasus pada anak yang pernah santer terdengar beberapa waktu yang lalu. Untuk itu, latihlah anak-anak dengan memberikan aturan-aturan yang berlaku dan membuat mereka menjadi anak yang tertib agar tidak terjadi sibling rivalry dalam keluarga.
Sedangkan menurut Ambarwati (2006) beberapa hal yang perlu diperhatikan Ibu untuk mengatasi sibling rivalry, sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:
- Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
- Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
- Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
- Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu sama lain.
- Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.
- Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan perhatian dari satu sama lain.
- Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
- Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.
- Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan mereka sendiri.
- Ibu tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan kekerasan fisik.
- Ibu harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak, bukan untuk anak-anak.
- Ibu dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu sama lain.
- Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
- Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku Ibu sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.
Menurut Puspitasari (2005), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi maupun intensitas sibling rivalry yaitu dengan :
- Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik.
- Beri anak perhatian dan cinta yang khusus.
- Jangan membanding-bandingkan anak.
- Jangan menjadikan anak sebagai pengasuh adiknya.
- Buatlah pembagian tugas rumah masing-masing anak.
- Kembangkan dan ajarkan anak bersikap empati dan memperhatikan saudaranya yang lain.
Menurut Rosita (2004), cara Ibu tergantung pada setting pemicu, misalnya persaingan dalam hal mainan yaitu dengan cara mainannya bergantian atau diambil sehingga tidak ada yang dapat, dalam hal makanan dengan cara dibagi dua, dalam hal perhatian dan membeli sesuatu harus sama, prestasi sekolah, dan perlombaan dengan cara memberi pengertian dan membagi hadiah dengan saudara kembarnya.
- Persiapan sibling
Menurut Puspitasari (2005) Kehadiran anggota keluarga baru (bayi) dalam keluarga dapat menimbulkan situasi krisis terutama pada saudara-saudaranya, sehingga perlu dipersiapkan
- Enam bulan sebelum bayi tiba, melibatkan balita dalam kelompok bermain. Berbagi dan bekerjasama adalah pelajaran yang paling baik diajarkan bersama teman sebaya.
- Menunjukan afeksi kepada anak –anak lain.Biarkan anak mengamati Ibu berinteraksi dengan anak-anak kecil lain.Beberapa anak tidak peduli ketika ibunya menggendong atau mencium anak lain. Beberapa anak akan ragu tidak pernah terpikir olehnya ibunya bisa tertarik pada anak lain.
- Kenalkan anak dengan para bayi. Membacakan buku tentang bayi ; menunjukan gambar-gambar bayi di majalah, juga fotonya sendiri ketika dia masih bayi.yang paling baik adalah mengajaknya melihat bayi yang sesungguhnya dan berbicara tentangnya.
- Peka terhadap sudut pandang anak.Meskipun anak belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi tingkat intelektual, saya berani menyakinkan bahwa anak anda tahu sedang terjadi perubahan .
- Menggunakan akal sehat dan percaya naluri.
Menurut Suherni (2007) pada tahapan perkembangan, batita (bawah tiga tahun) ini adalah usia 1-2 tahun. Cara beradaptasi pada tahap perkembangan ini antara lain:
Merubah pola tidur bersama dengan anak-anak pada beberapa minggu sebelum kelahiran. Mempersiapkan keluarga dan kawan-kawan anak batitanya dengan menanyakan perasaannya terhadap kehadiran anggota baru. Mengajarkan pada Ibu untuk menerima perasaan yang ditunjukkan oleh anaknya.
Respon para remaja juga bergantung kepada tingkat perkembangan mereka. Ada remaja yang merasa senang dengan kehadiran angggota baru, tetapi ada juga yang larut dalam perkembangan mereka sendiri. Adaptasi yang ditunjukkan para remaja yang menghadapi kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya:
Berkurangnya ikatan kepada Ibu. Remaja menghadapi perkembangan seks mereka sendiri. Ketidakpedulian terhadap kehamilan kecuali bila mengganggu kegiatan mereka sendiri. Keterlibatan dan ingin membantu dengan persiapan untuk bayi.
Pengirim :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :